Thursday, April 30, 2015

TUGAS ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI (SOFTSKILL)
Nama : Yogie Pratama

NPM : 29213478

Kelas : 2EB26

Ekonomi Indonesia Dalam Perspektif Hukum dan Realitas

Ekonomi Indonesia Dalam Perspektif Hukum
Dalam kegiatan ekonomi inilah justru hukum sangat diperlukan karena sumber-sumber ekonomi yang terbatas disatu pihak dan tidak terbatasnya permintaan atau kebutuhan akan sumber ekonomi dilain pihak sehingga konflik antara sesama warga dalam memperebutkan sumber-sumber ekonomi tersebut akan sering terjadi.
Semua perubahan yang terjadi dalam masyarakat tidak mungkin terjadi apabila manusia tidak mempunyai kesempatan dan keluasan untuk berpikir dan berkreasi. Karenanya diperlukan berbagai bentuk aturan yang mengatur bagaimana manusia agar bisa melaksanakan kegiatannya dengan aman, tidak saling mengganggu atau bahkan saling menghancurkan sehingga kesempatan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan menjadi terhambat.
Dalam pembangunan ekonomi akan sangat berpengaruh pada perkembangan Hukum dan Perkembangan bidang ekonomi yang keduanya tidak akan berjalan dengan maksimal tanpa dilandasi oleh Peraturan Perundangan undangan yang baik. Pengaturan hukum berkaitan erat dengan pembangunan pada umumnya dan khususnya bagi pembangunan ekonomi.
Dengan demikian diperlukan peranan hukum yang bertujuan untuk melindungi, mengatur dan merencanakan kehidupan ekonomi sehingga dinamika kegiatan ekonomi dapat diarahkan kepada kemajuan dan kesejahteraan bagi seluruh  masyarakat. Hukum bukan hanya dapat membatasi dan menekan saja, akan tetapi juga memberi kesempatan bahkan mendorong masyarakat untuk menemukan berbagai penemuan yang dapat menggerakkan kegiatan  perekonomian suatu Negara.

Perlunya Mempertahankan Landasan hukum Ekonomi (Pancasila dan Pasal 33 UUD 1945) di Era ini
Pasal 33 UUD 1945 harus dipertahankan. Pasal 33 UUD 1945 adalah pasal mengenai keekonomian yang berada pada Bab XIV UUD 1945 yang berjudul “Kesejahteraan Sosial”. Kesejahteraan sosial adalah bagian tak terpisahkan dari cita-cita kemerdekaan. Dengan menempatkan Pasal 33 1945 di bawah judul Bab “Kesejahteraan Sosial” itu, berarti pembangunan ekonomi nasional haruslah bermuara pada peningkatan kesejahteraan sosial. Peningkatan kesejahteraan sosial merupakan test untuk keberhasilan pembangunan, bukan semata-mata per-tumbuhan ekonomi apalagi kemegahan pembangunan fisikal. Pasal 33 UUD 1945 adalah pasal yang mulia, pasal yang mengutamakan kepentingan bersama masyarakat, tanpa mengabaikan kepentingan individu orang-perorang. Pasal 33 UUD 1945 adalah pasal restrukturisasi ekonomi, pasal untuk mengatasi ketimpangan struktural ekonomi.[1]
Saat ini Pasal 33 UUD 1945 (ide Bung Hatta yang dibela oleh Bung Karno karena memangku ide “sosio-nasionalisme” dan ide “sosio-demokrasi”) berada dalam bahaya. Pasal 33 UUD 1945 tidak saja akan diamandemen, tetapi substansi dan dasar kemuliaan ideologi kebangsaan dan kerakyatan yang dikandungnya akan diubah, artinya akan digusur, oleh sekelompok pemikir dan elit politik yang kemungkinan besar tidak mengenal platform nasional Indonesia.
Ayat 1 Pasal 33 UUD 1945 menegaskan, bahwa “Perekonomiandisusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan”. Perkataan disusun artinya “direstruktur”. Seorang strukturalis pasti mengerti arti “disusun” dalam konteks restrukturisasi ekonomi, merubah ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional, menghilangkan subordinasi ekonomi (yang tidakemancipatory) dan menggantinya dengan demokrasi ekonomi (yangparticipatory dan emancipatory).
Mari kita baca Penjelasan Pasal 33 UUD 1945 “… Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajad hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak tampuk produksi jatuh ke tangan orang-orang yang berkuasa dan rakyat banyak ditindasinya …”. Bukankah sudah diprediksi oleh UUD 1945 bahwa orang-orang yang berkuasa akan menyalahgunakan kekuasaan, akan habis-habisan ber-KKN karena melalaikan asas kekeluargaan. Bukankah terjadinya ketidakadilan sosial-ekonomi mass poverty, impoverishmen dandisempowerment terhadap rakyat karena tidak hidupnya asas kekeluargaan atau brotherhood di antara kita? Dalam kebersamaan dan asas kekeluargaan, keadilan sosial-ekonomi implisit di dalamnya.
Dari Penjelasan UUD 1945 juga kita temui kalimat “… Meskipun dibikin UUD yang menurut kata-katanya bersifat kekeluargaan, apabila semangat penyelenggara negara, para pemimpin pemerintahan itu bersifat perorangan, UUD itu tentu tidak ada artinya dalam praktek …”. Ini kiranya jelas, self-explanatory.
Pasal 33 UUD 1945 akan digusur dari konstitusi kita. Apa salahnya, apa kelemahannya? Apabila Pasal 33 UUD 1945 dianggap mengandung kekurangan mengapa tidak disempurnakan saja dengan ayat-ayat tambahan, dengan tetap mempertahankan 3 ayat aslinya.
Pasal 33 UUD 1945 sebenarnya makin relevan dengan tuntutan global untuk menumbuhkan global solidarity dan global mutuality. Makin berkembangnya aliran sosial-demokrasi (Anthony Giddens, Tony Blair, dll) makin meningkatkan relevansi Pasal 33 UUD 1945 saat ini. Saat ini 13 dari 15 negara Eropa Barat menganut paham sosial-demokrasi (Dawam Rahardjo, 2000).
Memang tidak akan mudah bagi mereka untuk memahami Pasal 33 UUD 1945 tanpa memiliki platform nasional, tanpa memiliki ideologi kerakyatan, ataupun tanpa memahami cita-cita sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi yang saat ini tetap relevan. Mereka (sebagian ekonom junior) kiranya tidak suka mencoba memahami makna “perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atasasas kekeluargaan” (ayat 1 Pasal 33). “Kebersamaan” adalah suatu “mutuality” dan “asas kekeluargaan” adalah “brotherhood” (bukankinship) atau “broederschap”, bahasa agamanya adalah ukhuwah,yang mengemban semangat kekolektivan dan solidaritas sosial.Pura-pura tidak memahami makna mulia “asas kekeluargaan” terkesan untuk sekedar menunjukkan kepongahan akademis belaka. “Asas kekeluargaan” adalah istilah Indonesia yang sengaja diciptakan untuk memberi arti brotherhood, seperti halnya persatuan Indonesia” adalah istilah Indonesia untuk nasionalisme, dan “kerakyatan” adalah istilah Indonesia untuk demokrasi.
Memang yang bisa memahami asas kekeluargaan adalah mereka yang bisa memahami cita-cita perjuangan dalam konteks budaya Indonesia, yang mampu merasakan sesamanya sebagai “saudara”, “sederek”, “sedulur”, “sawargi”, “kisanak”, “sanak”, “sameton” dan seterusnya, sebagaimana Al Islam menanggap sesama ummat (bahkan manusia) sebagai “saudara”, dalam konteks rahmatan lil alamin.
Jadi asas kekeluargaan yang brotherhood ini bukanlah asas keluarga atau asas kekerabatan (bukan family system atau kinship) yang nepotistik. Kebersamaan dan kekeluargaan adalah asas ekonomi kolektif (cooperativism) yang dianut Indonesia Merdeka, sebagai lawan dari asas individualisme yang menjadi dasar sistem ekonomi kolonial yang dipelihara oleh Wetboek van Koophandel(KUHD). Itulah sebabnya UUD 1945 memiliki Aturan Peralihan, yang Ayat II-nya menegaskan bahwa sistem hukum kolonial berdasar KUH Perdata, KUH Pidana, KUHD, dll tetap berlaku secara temporer, yang berkedudukan sebagai “sementara sebelum diadakan yang baru menurut UUD 1945”, artinya dalam posisi “peralihan”. Jadi yang tidak tahu, lalu ingin menghapuskan ketiga ayat Pasal 33 UUD 1945 itu adalah mereka yang mungkin sekali ingin merubah cita-cita dasar Indonesia Merdeka.
Mengulang yang disinggung di atas, “usaha bersama” dan “asas kekeluargaan” adalah satu kesatuan, tidak bisa dipisahkan satu sama lain, merupakan satu paket sistem ekonomi untuk merubah ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional, di mana “partisipasi” dalam kehidupan ekonomi harus pula disertai dengan “emansipasi”. Kebersamaan menjadi dasar bagi partisipasi dan asas kekeluargaan menjadi dasar bagi emansipasi. Tidak akan ada partisipasi genuine tanpa adanya emansipasi.
Pasal 33 UUD 1945 tidak punya andil apapun dan keterpurukan ekonomi saat ini, suatu keterpurukan terberat dalam sejarah Republik ini. Bukan Pasal 33 UUD 1945 yang mengakibatkan kita terjerumus ke dalam jebakan utang (debt-trap) yang seganas ini. Pasal 33 UUD 1945 tidak salah apa-apa, tidak ikut memperlemah posisi ekonomi Indonesia sehingga kita terhempas oleh krisis moneter. Pasal 33 UUD 1945 tidak ikut salah apa-apa dalam menghadirkan krisis ekonomi yang berkepanjangan. Bukan Pasal 33 UUD 1945 yang menjebol Bank Indonesia dan melakukan perampokan BLBI. Bukan pula Pasal 33 yang membuat perekonomian diampu dan di bawah kuratil negara tetangga (L/C Indonesia dijamin Singapore). Bukan Pasal 33 yang menghadirkan kesenjangan ekonomi (yang kemudian membentuk kesenjangan sosial yang tajam dan mendorong disintegrasi sosial ataupun nasional), meminggirkan rakyat dan ekonominya. Bukan pula Pasal 33 yang membuat distribusi pendapatan Indonesia timpang dan membiarkan terjadinya trickle-up mechanism yang eksploitatif terhadap rakyat, yang menumbuhkan pelumpuhan (disempowerment) dan pemiskinan rakyat (impoverishment). Lalu, mengapa kita memaki-maki Pasal 33 UUD 1945 dan justru mengagung-agungkan globalisasi dan pasar-bebas yang penuh jebakan bagi kita? Pasal 33 tidak menghambat, apalagi melarang kita maju dan mengambil peran global dalam membentuk tata baru ekonomi mondial. Tiga butir Ayat Pasal 33 UUD 1945 tidak harus digusur, tetapi ditambah ayat-ayat baru, bukan saja karena tidak menjadi penghambat pembangunan ekonomi nasional tetapi juga karena tepat dan benar. Kami mengusulkan berikut ini sebagai upaya amandemen UUD 1945, yang lebih merupakan suatu upaya memberi “addendum”, menambah ayat-ayat, misalnya untuk mengakomodasi dimensi otonomi daerah dan globalisasi ekonomi, dengan tetap mempertahankan tiga ayat aslinya.

Ekonomi Indonesia Dalam Perspektif Realitas
Terpuruk di tahun 1998 ekonomi Indonesia mengalami masa dimana titik kestabilan ekonomi Indonesia mencapai titik terendah. Krisis moneter yang menghantam hampir di semua negara asia pasifik menyebabkan kestabilan ekonomi dunia sedikit terganggu. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami dampak sangat parah pada bidang ekonominya. Nilai dolar pada tahun ini melonjak sangat jauh dari sebelum krisis moneter menghantam Indonesia. Jika sebelum krisis moneter, nilai tukar rupiah terhadap dolar amerika hanya sekitar tiga ribu rupiah per dolar amerika namun ketika krisis moneter menghantam, nilai tukar rupiah terhadap dolar amerika menjadi lebih dari dua puluh ribu rupiah per dolar amerika.
Setelah 10 tahun berlalu, ternyata Indonesia belum juga keluar dari krisis moneter. Tidak seperti Korea Selatan, Thailand, atau tetangga terdekat kita yaitu Malaysia. Kalau dulu Malaysia mengimpor tenaga-tenaga ahli yang ada di Indonesia untuk mengajarkan mereka, sekarang yang ada hanyalah para tenaga kuli yang bisa disuruh seenaknya dan bahkan bisa disiksa yang diekspor dari Indonesia. Mengapa kita tidak segera bangkit untuk menyusul ketertinggalan kita dari negara-negara yang lain? Sebuah pertanyaan besar yang tidak butuh jawaban tetapi membutuhkan aksi yang nyata.
Kelahiran globalisme yang akhirnya memaksa Indonesia juga terjun ke dalam perdagangan bebas. Lihat betapa asing telah mencengkram bumi Indonesia dari Aceh sampai Papua. Tidak ada sumber daya alam strategis yang dimiliki oleh Indonesia, hampir semuanya dikuasai oleh asing. Lihat juga betapa pengaruh asing telah mencengkram pasar di Indonesia. Dengan kekuatan modal asing juga hypermarket seperti Carefour didirikan. Dengan berdirinya hypermarket-hypermarket tersebut menandakan terancamnya usaha rakyat yang terdapat dalam pasar tradisional. Kita juga dapat menyaksikan bagaimana pasar-pasar digusur atau dibakar dengan sengaja untuk mendirikan pasar global di bekas pasar tradisional yang digusur atau dibakar tadi.
Tetapi bukan Indonesia namanya jika tidak ada ketimpangan sosial karena hasil dari sistem ekonomi yang bobrok. Lihat bagaimana sistem yang dipakai sekarang, kalau dulu kita dikenalkan dalam sejarah bahwa Indonesia dalam melakukan perdagangan melakukan barter, namun sekarang, semua itu tergantikan oleh sistem perdagangan yang menjual negara demi uang.
Pasar global juga tidak terlalu khawatir akan kehilangan daya cengkramnya di Indonesia. Bangsa ini sudah diajarkan bagaimana cara mengkonsumsi barang yang gila-gilaan dan di luar akal sehat. Budaya konsumtif adalah salah satu kelebihan utama penduduk negara ini. Lihat bagaimana orang beramai-ramai dan siap mengantri hanya untuk melihat peluncuran tipe handpone terbaru. Bahkan dalam lelang satu batang handpone dibeli seharga 45 juta. Uang yang cukup sebetulnya untuk menyekolahkan lebih dari 50 orang yang putus sekolah.
Perbaikan ekonomi di Indonesia merupakan mimpi di setiap orang kecuali orang-orang yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Tugas kita adalah untuk menggali ilmu sesuai dengan bakat yang ada. Kita tidak bisa langsung asal masuk ke dalam sistem tanpa adanya pemahaman di dalamnya. Karena keberhasilan perubahan itu di tunjang oleh the right man on the right place, orang yang tepat pada posisi yang tepat.

Sumber:
https://zaenalaktif.wordpress.com/2014/05/23/penerapan-pasal-33-uud-1945/
http://politik.kompasiana.com/2013/12/24/ekonomi-kerakyatan-antara-konsep-dan-realita-622447.html
https://eyash.wordpress.com/2009/04/24/realita-ekonomi-indonesia/