TUGAS ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI (SOFTSKILL)
Nama : Yogie Pratama
NPM : 29213478
Kelas : 2EB26
Ekonomi
Indonesia Dalam Perspektif Hukum dan Realitas
Ekonomi
Indonesia Dalam Perspektif Hukum
Dalam
kegiatan ekonomi inilah justru hukum sangat diperlukan karena sumber-sumber
ekonomi yang terbatas disatu pihak dan tidak terbatasnya permintaan atau
kebutuhan akan sumber ekonomi dilain pihak sehingga konflik antara sesama warga
dalam memperebutkan sumber-sumber ekonomi tersebut akan sering terjadi.
Semua
perubahan yang terjadi dalam masyarakat tidak mungkin terjadi apabila manusia
tidak mempunyai kesempatan dan keluasan untuk berpikir dan berkreasi. Karenanya
diperlukan berbagai bentuk aturan yang mengatur bagaimana manusia agar bisa
melaksanakan kegiatannya dengan aman, tidak saling mengganggu atau bahkan
saling menghancurkan sehingga kesempatan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
menjadi terhambat.
Dalam
pembangunan ekonomi akan sangat berpengaruh pada perkembangan Hukum dan
Perkembangan bidang ekonomi yang keduanya tidak akan berjalan dengan maksimal
tanpa dilandasi oleh Peraturan Perundangan undangan yang baik. Pengaturan hukum
berkaitan erat dengan pembangunan pada umumnya dan khususnya bagi pembangunan
ekonomi.
Dengan
demikian diperlukan peranan hukum yang bertujuan untuk melindungi, mengatur dan
merencanakan kehidupan ekonomi sehingga dinamika kegiatan ekonomi dapat
diarahkan kepada kemajuan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. Hukum bukan hanya dapat membatasi
dan menekan saja, akan tetapi juga memberi kesempatan bahkan mendorong
masyarakat untuk menemukan berbagai penemuan yang dapat menggerakkan kegiatan perekonomian suatu Negara.
Perlunya Mempertahankan Landasan hukum Ekonomi (Pancasila dan
Pasal 33 UUD 1945) di Era ini
Pasal 33 UUD 1945 harus dipertahankan. Pasal
33 UUD 1945 adalah pasal mengenai keekonomian yang berada pada Bab XIV UUD 1945
yang berjudul “Kesejahteraan Sosial”. Kesejahteraan sosial adalah bagian tak
terpisahkan dari cita-cita kemerdekaan. Dengan menempatkan Pasal 33 1945 di
bawah judul Bab “Kesejahteraan Sosial” itu, berarti pembangunan ekonomi
nasional haruslah bermuara pada peningkatan kesejahteraan sosial. Peningkatan
kesejahteraan sosial merupakan test untuk keberhasilan
pembangunan, bukan semata-mata per-tumbuhan ekonomi apalagi kemegahan
pembangunan fisikal. Pasal 33 UUD 1945 adalah pasal yang mulia, pasal yang
mengutamakan kepentingan bersama masyarakat, tanpa mengabaikan kepentingan
individu orang-perorang. Pasal 33 UUD 1945 adalah pasal restrukturisasi
ekonomi, pasal untuk mengatasi ketimpangan struktural ekonomi.[1]
Saat ini Pasal 33 UUD 1945 (ide Bung Hatta
yang dibela oleh Bung Karno karena memangku ide “sosio-nasionalisme” dan ide
“sosio-demokrasi”) berada dalam bahaya. Pasal 33 UUD 1945 tidak saja akan
diamandemen, tetapi substansi dan dasar kemuliaan ideologi kebangsaan dan
kerakyatan yang dikandungnya akan diubah, artinya akan digusur, oleh sekelompok
pemikir dan elit politik yang kemungkinan besar tidak mengenal platform nasional
Indonesia.
Ayat 1 Pasal 33 UUD 1945 menegaskan, bahwa
“Perekonomiandisusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan”. Perkataan disusun artinya “direstruktur”. Seorang strukturalis
pasti mengerti arti “disusun” dalam konteks restrukturisasi ekonomi, merubah
ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional, menghilangkan subordinasi ekonomi
(yang tidakemancipatory) dan menggantinya dengan demokrasi ekonomi (yangparticipatory dan emancipatory).
Mari kita baca Penjelasan Pasal 33 UUD 1945 “…
Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang.
Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajad
hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak tampuk produksi jatuh
ke tangan orang-orang yang berkuasa dan rakyat banyak ditindasinya …”. Bukankah
sudah diprediksi oleh UUD 1945 bahwa orang-orang yang berkuasa akan
menyalahgunakan kekuasaan, akan habis-habisan ber-KKN karena melalaikan asas
kekeluargaan. Bukankah terjadinya ketidakadilan sosial-ekonomi mass
poverty, impoverishmen dandisempowerment terhadap
rakyat karena tidak hidupnya asas kekeluargaan atau brotherhood di
antara kita? Dalam kebersamaan dan asas kekeluargaan, keadilan sosial-ekonomi
implisit di dalamnya.
Dari
Penjelasan UUD 1945 juga kita temui kalimat “… Meskipun dibikin UUD yang
menurut kata-katanya bersifat kekeluargaan, apabila semangat
penyelenggara negara, para pemimpin pemerintahan itu bersifat perorangan, UUD
itu tentu tidak ada artinya dalam praktek …”. Ini kiranya jelas, self-explanatory.
Pasal 33 UUD 1945 akan digusur dari konstitusi
kita. Apa salahnya, apa kelemahannya? Apabila Pasal 33 UUD 1945 dianggap
mengandung kekurangan mengapa tidak disempurnakan saja dengan ayat-ayat
tambahan, dengan tetap mempertahankan 3 ayat aslinya.
Pasal 33 UUD 1945 sebenarnya makin relevan
dengan tuntutan global untuk menumbuhkan global solidarity dan global
mutuality. Makin berkembangnya aliran sosial-demokrasi (Anthony Giddens,
Tony Blair, dll) makin meningkatkan relevansi Pasal 33 UUD 1945 saat ini. Saat
ini 13 dari 15 negara Eropa Barat menganut paham sosial-demokrasi (Dawam
Rahardjo, 2000).
Memang
tidak akan mudah bagi mereka untuk memahami Pasal 33 UUD 1945 tanpa
memiliki platform nasional, tanpa memiliki ideologi
kerakyatan, ataupun tanpa memahami cita-cita sosio-nasionalisme dan
sosio-demokrasi yang saat ini tetap relevan. Mereka (sebagian ekonom junior)
kiranya tidak suka mencoba memahami makna “perekonomian disusun sebagai usaha
bersama berdasar atasasas kekeluargaan” (ayat 1
Pasal 33). “Kebersamaan” adalah suatu “mutuality” dan “asas
kekeluargaan” adalah “brotherhood” (bukankinship) atau “broederschap”,
bahasa agamanya adalah ukhuwah,yang mengemban semangat kekolektivan
dan solidaritas sosial.Pura-pura tidak memahami makna mulia “asas
kekeluargaan” terkesan untuk sekedar menunjukkan kepongahan akademis belaka.
“Asas kekeluargaan” adalah istilah Indonesia yang sengaja diciptakan untuk
memberi arti brotherhood, seperti halnya persatuan Indonesia”
adalah istilah Indonesia untuk nasionalisme, dan “kerakyatan”
adalah istilah Indonesia untuk demokrasi.
Memang
yang bisa memahami asas kekeluargaan adalah mereka yang bisa memahami cita-cita
perjuangan dalam konteks budaya Indonesia, yang mampu merasakan sesamanya
sebagai “saudara”, “sederek”, “sedulur”, “sawargi”, “kisanak”,
“sanak”, “sameton” dan seterusnya, sebagaimana Al Islam menanggap
sesama ummat (bahkan manusia) sebagai “saudara”, dalam konteks rahmatan
lil alamin.
Jadi asas kekeluargaan yang brotherhood ini
bukanlah asas keluarga atau asas kekerabatan (bukan family system atau kinship)
yang nepotistik. Kebersamaan dan kekeluargaan adalah asas ekonomi kolektif (cooperativism)
yang dianut Indonesia Merdeka, sebagai lawan dari asas individualisme
yang menjadi dasar sistem ekonomi kolonial yang dipelihara oleh Wetboek
van Koophandel(KUHD). Itulah sebabnya UUD 1945 memiliki Aturan
Peralihan, yang Ayat II-nya menegaskan bahwa sistem hukum
kolonial berdasar KUH Perdata, KUH Pidana, KUHD, dll tetap berlaku secara
temporer, yang berkedudukan sebagai “sementara sebelum diadakan yang baru
menurut UUD 1945”, artinya dalam posisi “peralihan”. Jadi yang tidak tahu, lalu
ingin menghapuskan ketiga ayat Pasal 33 UUD 1945 itu adalah mereka yang mungkin
sekali ingin merubah cita-cita dasar Indonesia Merdeka.
Mengulang yang disinggung di atas, “usaha
bersama” dan “asas kekeluargaan” adalah satu kesatuan, tidak bisa dipisahkan
satu sama lain, merupakan satu paket sistem ekonomi untuk merubah ekonomi
kolonial menjadi ekonomi nasional, di mana “partisipasi” dalam kehidupan
ekonomi harus pula disertai dengan “emansipasi”. Kebersamaan menjadi dasar bagi
partisipasi dan asas kekeluargaan menjadi dasar bagi emansipasi. Tidak akan ada
partisipasi genuine tanpa adanya emansipasi.
Pasal 33 UUD 1945 tidak punya andil apapun dan
keterpurukan ekonomi saat ini, suatu keterpurukan terberat dalam sejarah
Republik ini. Bukan Pasal 33 UUD 1945 yang mengakibatkan kita terjerumus ke
dalam jebakan utang (debt-trap) yang seganas ini. Pasal 33 UUD 1945
tidak salah apa-apa, tidak ikut memperlemah posisi ekonomi Indonesia sehingga
kita terhempas oleh krisis moneter. Pasal 33 UUD 1945 tidak ikut salah apa-apa
dalam menghadirkan krisis ekonomi yang berkepanjangan. Bukan Pasal 33 UUD 1945
yang menjebol Bank Indonesia dan melakukan perampokan BLBI. Bukan pula Pasal 33
yang membuat perekonomian diampu dan di bawah kuratil negara tetangga (L/C
Indonesia dijamin Singapore). Bukan Pasal 33 yang menghadirkan kesenjangan
ekonomi (yang kemudian membentuk kesenjangan sosial yang tajam dan mendorong
disintegrasi sosial ataupun nasional), meminggirkan rakyat dan ekonominya.
Bukan pula Pasal 33 yang membuat distribusi pendapatan Indonesia timpang dan
membiarkan terjadinya trickle-up mechanism yang eksploitatif
terhadap rakyat, yang menumbuhkan pelumpuhan (disempowerment) dan
pemiskinan rakyat (impoverishment). Lalu, mengapa kita memaki-maki Pasal
33 UUD 1945 dan justru mengagung-agungkan globalisasi dan pasar-bebas yang
penuh jebakan bagi kita? Pasal 33 tidak menghambat, apalagi melarang kita maju
dan mengambil peran global dalam membentuk tata baru ekonomi mondial. Tiga
butir Ayat Pasal 33 UUD 1945 tidak harus digusur, tetapi ditambah ayat-ayat
baru, bukan saja karena tidak menjadi penghambat pembangunan ekonomi nasional
tetapi juga karena tepat dan benar. Kami mengusulkan berikut ini sebagai upaya
amandemen UUD 1945, yang lebih merupakan suatu upaya memberi “addendum”,
menambah ayat-ayat, misalnya untuk mengakomodasi dimensi otonomi daerah dan
globalisasi ekonomi, dengan tetap mempertahankan tiga ayat aslinya.
Ekonomi Indonesia Dalam
Perspektif Realitas
Terpuruk di tahun 1998 ekonomi Indonesia
mengalami masa dimana titik kestabilan ekonomi Indonesia mencapai titik
terendah. Krisis moneter yang menghantam hampir di semua negara asia pasifik
menyebabkan kestabilan ekonomi dunia sedikit terganggu. Indonesia merupakan
salah satu negara yang mengalami dampak sangat parah pada bidang ekonominya.
Nilai dolar pada tahun ini melonjak sangat jauh dari sebelum krisis moneter
menghantam Indonesia. Jika sebelum krisis moneter, nilai tukar rupiah terhadap
dolar amerika hanya sekitar tiga ribu rupiah per dolar amerika namun ketika
krisis moneter menghantam, nilai tukar rupiah terhadap dolar amerika menjadi
lebih dari dua puluh ribu rupiah per dolar amerika.
Setelah 10 tahun berlalu, ternyata Indonesia
belum juga keluar dari krisis moneter. Tidak seperti Korea Selatan, Thailand,
atau tetangga terdekat kita yaitu Malaysia. Kalau dulu Malaysia mengimpor
tenaga-tenaga ahli yang ada di Indonesia untuk mengajarkan mereka, sekarang
yang ada hanyalah para tenaga kuli yang bisa disuruh seenaknya dan bahkan bisa
disiksa yang diekspor dari Indonesia. Mengapa kita tidak segera bangkit untuk
menyusul ketertinggalan kita dari negara-negara yang lain? Sebuah pertanyaan
besar yang tidak butuh jawaban tetapi membutuhkan aksi yang nyata.
Kelahiran globalisme yang akhirnya memaksa
Indonesia juga terjun ke dalam perdagangan bebas. Lihat betapa asing telah
mencengkram bumi Indonesia dari Aceh sampai Papua. Tidak ada sumber daya alam
strategis yang dimiliki oleh Indonesia, hampir semuanya dikuasai oleh asing.
Lihat juga betapa pengaruh asing telah mencengkram pasar di Indonesia. Dengan
kekuatan modal asing juga hypermarket seperti Carefour didirikan. Dengan
berdirinya hypermarket-hypermarket tersebut menandakan terancamnya usaha rakyat
yang terdapat dalam pasar tradisional. Kita juga dapat menyaksikan bagaimana pasar-pasar
digusur atau dibakar dengan sengaja untuk mendirikan pasar global di bekas
pasar tradisional yang digusur atau dibakar tadi.
Tetapi bukan Indonesia namanya jika tidak ada
ketimpangan sosial karena hasil dari sistem ekonomi yang bobrok. Lihat bagaimana
sistem yang dipakai sekarang, kalau dulu kita dikenalkan dalam sejarah bahwa
Indonesia dalam melakukan perdagangan melakukan barter, namun sekarang, semua
itu tergantikan oleh sistem perdagangan yang menjual negara demi uang.
Pasar global juga tidak terlalu khawatir akan
kehilangan daya cengkramnya di Indonesia. Bangsa ini sudah diajarkan bagaimana
cara mengkonsumsi barang yang gila-gilaan dan di luar akal sehat. Budaya
konsumtif adalah salah satu kelebihan utama penduduk negara ini. Lihat
bagaimana orang beramai-ramai dan siap mengantri hanya untuk melihat peluncuran
tipe handpone terbaru. Bahkan dalam lelang satu batang handpone dibeli seharga
45 juta. Uang yang cukup sebetulnya untuk menyekolahkan lebih dari 50 orang
yang putus sekolah.
Perbaikan ekonomi di Indonesia merupakan mimpi
di setiap orang kecuali orang-orang yang hanya mementingkan dirinya sendiri.
Tugas kita adalah untuk menggali ilmu sesuai dengan bakat yang ada. Kita tidak
bisa langsung asal masuk ke dalam sistem tanpa adanya pemahaman di dalamnya.
Karena keberhasilan perubahan itu di tunjang oleh the right man on the right
place, orang yang tepat pada posisi yang tepat.
Sumber:
https://zaenalaktif.wordpress.com/2014/05/23/penerapan-pasal-33-uud-1945/
http://politik.kompasiana.com/2013/12/24/ekonomi-kerakyatan-antara-konsep-dan-realita-622447.html
https://eyash.wordpress.com/2009/04/24/realita-ekonomi-indonesia/