Wednesday, March 19, 2014

Bisnis Retail


BAB I
PENDAHULUAN

1.1                 LatarBelakang
Bisnis ritel adalah penjualan barang secara eceran pada berbagai tipe gerai seperti kios,pasar, department store, butik dan lain-lain (termasuk juga penjualan dengan sistem deliveryservice), yang umumnya untuk dipergunakan langsung oleh pembeli yang bersangkutan.

Bisnis ritel di Indonesia dapat dibedakan menjadi 2 kelompok besar, yakni Ritel Tradisional dan Ritel Modern. Ritel modern pada dasarnya merupakan pengembangan dariritel tradisional. Format ritel ini muncul dan berkembang seiring perkembangan perekonomian,teknologi, dan gaya hidup masyarakat yang membuat masyarakat menuntut kenyamanan yanglebih dalam berbelanja.

Ritel modern pertama kali hadir di Indonesia saat Toserba Sarinah didirikan pada 1962.Pada era 1970 s/d 1980-an, format bisnis ini terus berkembang. Awal dekade 1990-an merupakan tonggak sejarah masuknya ritel asing di Indonesia. Ini ditandai dengan beroperasinya ritel terbesar Jepang ‘Sogo’ di Indonesia. Ritel modern kemudian berkembang begitu pesat saat pemerintah, berdasarkan Kepres no. 99 th 1998, mengeluarkan bisnis riteldari
negative list bagi Penanaman Modal Asing. Sebelum Kepres 99 th 1998 diterbitkan, jumlahperitel asing di Indonesia sangat dibatasi.

Saat ini, jenis-jenis ritel modern di Indonesia sangat banyak meliputi Pasar Modern,Pasar Swalayan, Department Store, Boutique, Factory  Outlet, Specialty Store, Trade Centre, dan Mall / Supermall / Plaza. Format-format ritel modern ini akan terus berkembang  sesuai perkembangan perekonomian, teknologi, dan gaya hidup masyarakat.

Persaingan sengit dalam industri ritel telah meluas hingga ke negara-negara berkembang, di mana deregulasi sektor usaha ritel yang bertujuan untuk meningkatkan investasi asing langsung (IAL) telah berdampak pada pengembangan jaringan supermarket (Reardon & Hopkins 2006). Persaingan terjadi terutama antara usaha ritel tradisional dan ritel modern (supermarket dan hipermarket). Mengukur dampak amat penting mengingat supermarket saat ini secara langsung bersaing dengan pasar tradisional, tidak hanya melayani segmen pasar tertentu. Studi ini menganalisis dampak supermarket pada pasar tradisional dan pengusaha ritel di pusat-pusat perkotaan di  Indonesia.

Dalam studi ini, responden hanya terbatas pada pedagang di pasar-pasar tradisional yang
merupakan mayoritas pedagang-pedagang tradisional di Indonesia yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah/nasional. Terlebih lagi, karena produk yang umumnya diperdagangkan para pedagang ini juga tersedia di supermarket dan hipermarket, maka pasar modern menjadi pesaing utama mereka. Karena itu, studi ini menyoroti dampak supermarket dan hipermarket pada pedagang di pasar tradisional di Indonesia.
1.2                          Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.      Menjelaskan tentang pengaruh bisnis retail terhadap pertumbuhan ekonomi daerah/nasional
2.      Menjelaskan bisnis retail yang signifikan dengan pertumbuhan pasar rumah tangga, pasar komoditi, & sektor swasta

1.3                 Perumusan Masalah

1        Cari pengaruh bisnis retail terhadap pertumbuhan ekonomi daerah/nasional
2        Cari bisnis retail yang signifikan dengan pertumbuhan pasar rumah tangga, pasar komoditi, & sektor swasta



BAB II
Pembahasan

2.1                          Pengertian Bisnis Retail
Ritel (bahasa Inggris: retail) adalah salah satu cara pemasaran produk. Dalam cara
pemasaran ritel, sebuah toko menjual banyak pilihan produk pada pengunjung dalam
jumlah satuan. Harga Ritel adalah harga yang berlaku untuk siapapun yang datang membeli
dalam jumlah berapapun.

Menurut kamus, pengertian ritel adalah penjualan barang atau jasa kepada
masyarakat. Sehingga dari pengertian ini terlihat bahwa ritel bukan sekedar kegiatan
menjual barang nyata kepada konsumen. Namun aktivitas memeberikan pelayanan jasa,
bisa juga disebut sebagai bagian dari kegiatan ritel.

Dari pengertian ritel tersebut, bisa ditarik kesimpulan bahwa ritel bukan sekedar
aktivitas menjual barang saja. Namun lebih luas lagi bahwa ritel adalah sebuah rangkaian
kegiatan dalam proses transfer barang dan jasa, dari pihak penjual kepada konsumen.

2.2             Perkembangan salah satu bisnis retail di Indonesia

HERO didirikan oleh almarhum Saleh Kurnia. Perseroan didirikan di Jakarta pada tanggal 5 Oktober 1971. Pada awal perkembangan Hero, di Jakarta pada saat itu, dikenal beberapa supermarket lokal seperti Gelael, Kem Chick dan Grasera. Strategi awal Hero untuk merebut pasar adalah agresifitas dalam penyebaran flyer promosi (dengan iming-iming harga), penekanan pada kualitas dan kenyamanan berbelanja. Sampai tahun 2001 ini dapat dikatakan bahwa HERO adalah jaringan supermarket lokal terbesar di Indonesia.

Hero melakukan IPO (Initial Public Offering) pada tanggal 21 Agustus 1989. Komposisi pemegang saham per tanggal 25 Juli 2001 adalah sebagai berikut : PT Hero Pusaka Sejati 50.10%, PT Matahari Putra Prima Tbk 10.42%, SSV Netherland BV 10.20%, Mulgrave Corp. BV 7.63%, dan masyarakat 21.65%. Kepemilikan saham langsung HERO oleh Dairy Farm diperkirakan sebesar 7.63%, yaitu melalui Mulgrave Corp. BV. Selain itu Dairy Farm melalui Mulgrave Corp. BV juga memiliki obligasi konversi sebesar 24.55%. Dengan demikian total kepemilikan Dairy Farm atas saham HERO adalah 32.18%.

HERO SUPERMARKET Tbk sampai bulan Agustus 2001, memiliki 71 gerai Hero PasarSwalayan, 26 gerai Star Mart, 40 gerai Guardian dan 8 gerai Mitra Toko Diskon. Kegiatan usaha anak perusahaan Hero meliputi usaha dagang eceran makanan dan produk terkait melalui PT Trimanunggal Hero Lestari, yang memiliki satu gerai di Cirebon; Dan PT Mitra Hero Pioneerindo (bermitra dengan PT Putra Sejahtera Pioneerindo) yang membawahi gerai fast food California Fried Chicken. Dalam sejarahnya HERO juga memiliki keterkaitan dengan rantai toko TOYS CITY dan PT SUBA INDAH, yaitu pabrik pengolahan dan pengalengan makanan. Untuk mendukung kelengkapan produk dan kemampuan perusahaan menggenjot potensi laba, HERO juga memiliki pusat pengolahan roti (Bakery Processing) dan pengembangan konsep Instore Bakery serta Restoran Siap Saji di dalam gerai-gerainya. Sebuah pusat distribusi didirikan di kawasan industri Cibitung. Untuk mendukung aktivitas distribusi dan logistik, HERO menggandeng perusahaan logistik DAVID HOLDINGS.

Sampai saat ini HERO merupakan satu-satunya retailer lokal yang memiliki strategi pengembangan private label (merek milik sendiri) yang cukup intensif. Dengan strategi ini HERO diharapkan mampu meningkatkan kemampuan labanya. Berbagai private label yang dikembangkan misalnya Hero Save, Nature Choice, dan Relliance. Dalam jangka panjang, pengembangan private label dari HERO, didukung oleh jaringan distribusinya yang sangat luas, merupakan satu ancaman bagi format Hypermarket. Keberhasilan ALDI (hard discounter dari Jerman) menyaingi Hypermarket, didukung oleh 90% assortmentnya yang terdiri atas private label. Dengan dominasi private label yang fast moving, ALDI mampu menjual produk dengan harga 30% lebih murah dibandingkan harga produk bermerek dengan jenis dan kualitas yang sama.

Bisnis eceran HERO menyumbang 90% dari omset HERO. Pada periode 1997-1998, akibat krisis ekonomi di Indonesia dan kerusuhan 14 Mei 1998, 26 gerai dirusak dan dijarah massa (6 gerai diantaranya habis terbakar), selain itu beberapa gerai terpaksa ditutup karena tidak menguntungkan. Perusahaan yang kini memiliki 8000 karyawan ini terpaksa mem-PHK-kan dini ratusan karyawannya. Tahun 1997 dilalui HERO dengan menelan kerugian sebsar Rp. 45.8 milyar, dan Rp. 69 milyar pada tahun 1998. Tahun berikutnya HERO membalik keadaan dengan memperoleh keuntungan sebesar Rp. 90.9 milyar. Pada tahun 2001 ini kinerja Hero dalam menghasilkan laba kelihatanya agak menurun. Misalnya sampai bulan Juni 2001, HERO baru membukukan laba sebesar Rp. 17,3 milyar, menurun 58,2% dibandingkan laba per bulan yang sama di tahun 2000, yaitu sebesar Rp. 41,4 milyar. Di tahun 2000 penjualan HERO tumbuh sebesar 13.4 %, yaitu dari 1.49 trilliun pada tahun 1999 menjadi 1.69 trilliun pada tahun 2000. Pertumbuhan penjualan ini merupakan pertumbuhan penjualan terendah dibandingkan Makro (30.1%), Matahari (40.1%), Ramayana (42.9%), dan Alfa (45.4%).

Penurunan tingkat laba HERO pada tahun 2000, mungkin disebabkan strategi HERO untuk mengubah citra Hero sebagai supermarket yang mahal di mata konsumen. Setelah merasakan imbas kehadiran Hypermarket Carrefour (dan Continent), HERO mulai menggalakkan program promosi dengan fokus mengubah image Hero Supermarket yang mahal menjadi tempat belanja yang paling murah. Saat ini setiap Hari Jum’at, HERO melaunching program Weekly Promotion, dengan diback-up media promosi satu halaman penuh di Harian KOMPAS. Untuk menjaga agar harga yang ditetapkan lebih murah dibandingkan pesaing, Manajemen HERO memutuskan dan me-recheck harga pesaing pada hari Kamis, sesaat sebelum media promosi naik cetak. Menurut Ipung Kurnia (CEO HERO), strategi HERO seperti ini mampu menaikkan omzet Hero Supermarket sampai 30%. Undian berhadiah juga gencar diadakan dengan hadiah utama mobil, misalnya pada periode sebelumnya Daihatsu Taruna dan sekarang (bulan Oktober 2001) Peugeot 206. Fokus komunikasi dan positioning Supermarket Hero kepada masyarakat sampai saat ini adalah kesegaran produk fresh. Sehingga tag line “Think Fresh Shop Hero” selalu digunakan.

Sejak tahun 2000 lalu, HERO mulai aktif kembali melakukan ekspansi usaha. Sebelumnya strategi ekspansi Hero adalah 80% di JABOTABEK dan sisanya 20% di luar JABOTABEK. Namun dengan semakin ketatnya persaingan dan berkurangnya pangsa pasar Hero Supermarket di JABOTABEK, maka strategi ekspansi HERO saat ini adalah 50% di JABOTABEK dan 50% di luar JABOTABEK. Peremajaan gerai dilakukan setiap lima atau enam tahun. Peremajaan gerai besar-besaran di tahun 2001, misalnya dilakukan di dua cash cow Store Hero di Kemang dan Pondok Indah Mall. Selain itu perluasan format retail juga dilakukan dengan merintis jaringan toko buku UTAMA dan merencanakan pembukaan hypermarket GIANT. Hypermarket GIANT merupakan merek dari negeri jiran (Malaysia), yang masuk ke dalam portofolio HERO melalui Dairy Farm. Di negeri asalnya, kekuatan GIANT terutama bertumpu pada divisi Fresh Product, Grocery,Obat-obatan dan Basic Fashion. Kerjasama manajemen berupa profit sharing juga dilakukan HERO bersama Golden Trully. Kerjasama ini merupakan satu sinergi yang berdampak positif terhadap rencana pembukaan GIANT. Sebagaimana diketahui Golden Truly memiliki kekuatan lebih dalam bidang fashion dibandingkan HERO. 


2.3                          Bisnis retail terhadap pertumbuhan ekonomi nasional

Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memprediksi target pertumbuhan omzet bisnis ritel dalam negeri tahun 2008 lalu sebesar 15 hingga 20 persen dapat dicapai.
Menurut Ketua Ketua Harian Aprindo Tutum Rahanta, optimisme pencapaian target itu didasari indikasi masih adanya pembukaan toko baru dan naiknya harga barang yang menunjukkan bahwa sektor riil tumbuh.
Dihubungi di Jakarta Kamis, Tutum mengatakan, pendapatan selama bulan puasa dan menjelang Idul Fitri (Lebaran) kemarin memang tidak sebaik tahun-tahun sebelumnya, namun ini lebih karena berubahnya pola belanja masyarakat.
"Lebaran kali ini tidak sebaik Lebaran lalu, tetapi bukan patokan juga, tren konsumsinya sudah mulai berubah. Orang tidak lagi banyak berbelanja pada Lebaran saja, tapi jauh sebelum Lebaran. Pola belanjanya merata pada setiap bulan," kata dia.
Terkait krisis keuangan dunia baru-baru ini, Aprindo meminta pemerintah mengantisipasi agar sektor riil tidak terpengaruh sehingga tidak terjadi peningkatan jumlah pengangguran dan melemahnya daya beli masyarakat.
Tutum yang mengatakan bisnis riil belum terpengaruh krisis itu mengatakan, Aprindo telah menargetkan pencapaian omzet Rp58,5 triliun, naik 17 persen dari tahun sebelumnya yang Rp50 triliun.

2.4                          Pengaruh perkembangan ritel Modern terhadap Perekonomian Kota – Kota Kecil

Terdapat pergeseran dalam pelayanan ritel di kota-kota di Indonesia selama ini, namun jarang sekali mendapatkan perhatian. Pertama, adalah pengembangan ritel di pusat kota, baik di kota besar maupun metropolitan. Kecenderungan ini masih berlangsung dalam kecepatan yang semakin berkurang. Kedua, adalah pelayanan ritel yang menuju pinggiran kota seiring dengan suburbanisasi dan pengembangan terpencar perkotaan (urban sprawl development). Ketiga adalah karena pengembangan ritel yang dilakukan oleh para developer dan penyewa utama (anchors tenant) di kawasan pusat kota untuk melayani pasar perkotaan (Simmons dan Brennan, 1995). Pergeseran keempat yang diamati adalah tumbuhnya ritel di kota-kota kecil berupa minimarket (convenience store) atau ritel modern yang melayani pasar yang lebih kecil. Dalam konteks pergeseran keempat ini, pengembangan ritel modern telah menyentuh kota-kota berskala kecil, dengan penduduk kurang dari 100.000 jiwa.
Dengan pertimbangan di atas, riset ini melihat pentingnya pengukuran terhadap pengaruh ekonomi akibat perkembangan usaha ritel modern di kota-kota kecil. Pengaruh ekonomi dikaji dalam kaitannya dengan sistem penawaran (supply system) dan karakteristik permintaan masyarakat di kota-kota kecil. Pentingnya kebijakan dalam berbagai tingkatan pemerintahan sangat mutlak diperlukan melindungi bisnis ritel tradisional yang mempekerjakan penduduk lokal dan menjual barang-barang (final goods) yang berasal dari produk lokal. Persaingan ekonomi terjadi antara ritel modern dan ritel tradisional (yang seringkali direpresentasikan oleh pasar tradisional) (Kuncoro, 2008; Tambunan, 2008). Penetrasi pasar oleh ritel modern di kota-kota kecil, seperti convenience store (minimarket), menyebabkan catchment area yang semakin berkurang oleh ritel tradisional tersebut. Hal ini dapat dikaji melalui turn over yang dialami oleh ritel tradisional lokal. AC Nielsen (2005) memperlihatkan adanya shareritel tradisional yang semakin berkurang. Pada tingkat pemerintah kota umumnya diajukan intervensi berupa pengaturan lokasi untuk mengatasi masalah terkait penggunaan lahan yang tidak sesuai dan kegiatan ritel yang saling berkompetisi. Namun, pengembangan kebijakan yang mengkaitkan antara pengaruh perkembangan ritel modern terhadap ritel tradisional di kota-kota kecil belum memiliki landasan studi yang memadai. Riset ini memberikan landasan bagi pengembangan kebijakan perekonomian kota yang lebih adil (just).
Tujuan dari riset ini adalah melakukan penilaian terhadap pengaruh ekonomi dari perkembangan ritel modern di kota-kota kecil. Aspek pertama yang ingin dikaji adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangannya, disamping berbagai komponen-komponen yang memberi dampak terhadap perekonomian kota kecil.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan struktural dalam studi ritel (Jones dan Simmons, 1990), yaitu untuk melihat konteks sistem permukiman dan struktur ritel yang mempengaruhi perkembangan ritel di kota-kota kecil, serta dampak-dampak akibat perkembangan ritel modern. Dari segi pendekatan studi, digunakan pendekatan kuantitatif. Dalam pengertian ini, dilaksanakan pengumpulan data melalui survei terhadap pengusaha ritel, baik tradisional maupun modern, serta rumah tangga di kota kecil.

2.5                          Bisnis retail Indonesia
Bisnis Ritel secara umum adalah kegiatan usaha menjual aneka barang atau jasa untuk konsumsi langsung atau tidak langsung. Dalam matarantai perdagangan bisnis ritel merupakan bagian terakhir dari proses distribusi suatu barang atau jasa dan bersentuhan langsung dengan konsumen.
Secara umum peritel tidak membuat barang dan tidak menjual ke pengecer lain.
Akan tetapi dalam praktik bisnis ritel modern saat ini tidak tertutup kemungkinan, banyak pengecer kecil membeli barang di gerai peritel besar, mengingat perbedaan harga yang muncul pada waktu-waktu promosi tertentu yang dilakukan oleh peritel besar.
Bisnis Ritel di Indonesia secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu, ritel modern dan ritel tradisional. Ritel modern sebenarnya merupakan pengembangan dari ritel tradisional, yang pada praktiknya mengaplikasikan konsep yang modern, pemanfaatan teknologi, dan mengakomodasi perkembangan gaya hidup di masyarakat (konsumen).
Jika kita menilik sejarah ritel modern di indonesia sebenarnya sudah di mulai dari tahun 1960-an. Pada saat itu sudah muncul department Store yang pertama yaitu SARINAH. Dalam kurun waktu lebih dari 15 tahun kemudian, bisnis ritel di Indonesia bisa dikatakan berkembang dalam level yang sangat rendah sekali. Hal ini bisa dikaitkan dengan kebijakan ekonomi Soeharto di awal masa pemerintahan orde baru, yang lebih banyak membangun investasi di bidang eksploitasi hasil alam (tambang & kayu), dibandingkan sektor usaha ritel barang dan jasa di masyarakat.
Awal tahun 1990-an merupakan titik awal perkembangan bisnis ritel di indonesia. Ditandai dengan mulai beroperasinya salah satu perusahaan ritel besar dari Jepang yaitu "SOGO". Selanjutnya dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 99/1998, yang menghapuskan larangan investor dari luar untuk masuk ke dalam bisnis ritel di indonesia, perkembangannya menjadi semakin pesat.
Modern market digambarkan secara sederhana sebagai suatu tempat menjual barang-barang makanan atau non makanan, barang jadi atau bahan olahan, kebutuhan harian atau lainnya yang menggunakan format self service dan menjalankan sistem swalayan yaitu konsumen membayar di kasir yang telah disediakan. Sehingga saat ini banyak orang cukup familiar dengan istilah "Pasar Swalayan". Saat ini, muncul begitu banyak format modern ritel/market. Berdasarkan definisi yang tertuang dalam Keputusan Presiden RI No. 112/Th. 2007, dikatakan bahwa Format Pasar Swalayan dikategorikan sbb:
1. Minimarket :
- Produk dijual : kebutuhan rumahtangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian.
- Jumlah produk : < 5000 item
- Luas gerai : maks. 400m2
- Area Parkir : terbatas
- Potensi penjualan : maks. 200 juta

2. Supermarket:
- Produk dijual : kebutuhan rumahtangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian.
- Jumlah produk : 5000-25000 item
- Luas gerai : 400-5000m2
- Area Parkir : sedang (memadai)
- Potensi penjualan : 200 juta- 10 milliar

3. Hypermarket:
- Produk dijual : kebutuhan rumahtangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian, textile, fashion, furniture, dll.
- Jumlah produk : >25000 item
- Luas gerai : > 5000 m2
- Area Parkir : sangat besar
- Potensi penjualan : > 10 milliar

Dalam 6 tahun terakhir, perkembangan ketiga format modern market di atas sangatlah tinggi. konsepnya yang modern, adanya sentuhan teknologi dan mampu memenuhi perkembangan gaya hidup konsumen telah memberikan nilai lebih dibandingkan dengan market tradisional. Selain itu atmosfer belanja yang lebih bersih dan nyaman, semakin menarik konsumen dan dapat menciptakan budaya baru dalam berbelanja.
Menurut data yang dikeluarkan oleh Media Data-APRINDO dalam rentang waktu 2004 s.d 2008 format minimarket memiliki rata-rata pertumbuhan turnover paling tinggi yaitu sebesar 38% per tahun, disusul kemudian oleh Hypermarket sebesar 21,5% dan supermarket yang hanya 6% per tahun. Tingginya pertumbuhan di format minimarket, ditandai dengan semakin ketatnya persaingan dalam ekspansi atau penambahan jumlah gerai dari dua pemain besar di dalamnya yaitu Indomart dan Alfamart.
Sedangkan dalam nilai turnover yang dapat dihasilkan, format hypermarket merupakan yang terbesar, seperti yang dicapai pada tahun 2008 yaitu sebesar: 41%. Sementara itu minimarket dengan 32%, dan terakhir supermarket dengan 26%. Dominasi market share oleh Hypermarket ini dimulai dari tahun 2005, yang mana sebelumnya dikuasai oleh Supermarket. Penurunan di Supermarket dinilai sebagai akibat dari semakin banyaknya penambahan gerai minimarket yang dapat memotong akses konsumen ke supermarket. Ditambah pula oleh semakin agresifnya Hypermarket dalam berbagai promosi yang kuat dan menarik. Serta kelengkapan produknya telah memberikan tempat tersendiri dimata konsumen.

2.6                          Potensi Pengembangan Ritel Makanan (Grosery) di daerah-daerah
Permintaan produk kebutuhan sehari-hari (consumer goods) masih merupakan permintaan utama. Produk bahan makanan (groceries) mendominasi sekitar 67% komposisi penjualan barang perdagangan ritel. Sementara untukproduk non-pangan, penjualan pakaian dan sepatu memberikan kontribusi sebesar 30% barang perdagangan ritel,diikuti penjualan barang-barang elektronik sebesar 12%, dan penjualan produk kesehatan dan kecantikan sebesar 11%. Potensi pengembangan pasar ritel modern di Indonesia masih relatif besar terhadap jumlah populasi penduduk. Jumlah toko ritel modern per satu juta penduduk Indonesia saat ini sekitar 52, lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga lainnya seperti Malaysia 156 toko, Thailand 124 toko, Singapura 281 toko, dan China 74 toko. Jumlah toko ritel modern di Indonesia hanya menempati porsi yang sangat kecil (0,7%) dibandingkandengan jumlah toko tradisional per satu juta penduduk Indonesia yang mencapai 7.937 toko.
Format minimarket mengalami pertumbuhan tertinggi, baik dilihat dari sisi jumlah gerai toko maupun pangsa perdagangan ritel penjualan produk fast moving consumer goods (FMCG). Jumlah minimarket di Indonesia padatahun 2008 mencapai 10.607 toko dengan pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 17,3%, tertinggi dibandingkanformat ritel modern lainnya, disusul hypermarket dengan pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 16,9%.Sementara itu, pangsa perdagangan ritel minimarket untuk penjualan produk FMCG meningkat cukup signifikandibandingkan format lainnya, yaitu dari sebesar 5% di tahun 2003 menjadi 16% di tahun 2008.
PT Matahari Putra Prima Tbk (MPP) telah mengambil langkah inisiatif strategis untuk mengkaji dan menganalisakegiatan bisnisnya secara keseluruhan, terkait dengan rencana perusahaan mengembangkan kompetensi intidalam bisnis hypermarket-nya. Sebagai pelopor compact hypermarket di Indonesia dengan model bisnis yang telahteruji, akan terus berfokus kepada bisnis ritel makanan, melalui fase ekspansi Hypermart ke semua daerah diIndonesia. Selain itu, streamline semua bisnis non-inti lainnya/bisnis non-hypermarket, guna memastikan bahwasemua sumber daya MPP dioptimalkan 100%, untuk mendorong pertumbuhan bisnis Hypermart. Indonesia merupakan negara berpotensi besar dan memiliki pertumbuhan pasar yang paling menarik secara global diantaranegara berkembang lainnya. Negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia dengan segmen kelasmenengah yang meningkat, ekonomi yang ditopang oleh basis konsumen yang kuat, daya beli yang terus meningkat dan menghasilkan pertumbuhan ekonomi tahunan yang kokoh. Sampai saat ini, ekonomi berbasis konsumen yang kuat ini telah mendorong pertumbuhan PDB negara dan diprediksikan akan terus tumbuh rata-rata 5,6% per tahunsampai dengan tahun 2014, sedangkan PDB perkapita diperkirakan akan tumbuh sebesar 11,3% sampai dengan tahun 2014 dan akan melampaui batas US$ 3.000 di tahun 2012.
Pertumbuhan daerah-daerah di Indonesia juga berlangsung pesat akhir-akhir ini, baik dari sektor ekonomi, pariwisata maupun pendidikan. Dimana setiap daerah berkembang dengan potensinya masing-masing. Pertumbuhan pariwisata dan meningkatnya populasi ekspartriat, menyebabkan peningkatan jumlah impor. Riteler besar seperti Carrefour Indonesia, Matahari Putra Prima Tbk, dan Hero Supermarket berhasil meningkatkan penjualan merek, melalui penjualan produk-produk private label, penawaran promosi yang menarik, dan ekspansi ke daerah-daerah dan pasar yang belum jenuh.

BAB III
KESIMPULAN
Terdapat pergeseran dalam pelayanan ritel di kota-kota di Indonesia selama ini, namun jarang sekali mendapatkan perhatian. Bisnis Ritel di Indonesia secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu, ritel modern dan ritel tradisional. Ritel modern sebenarnya merupakan pengembangan dari ritel tradisional, yang pada praktiknya mengaplikasikan konsep yang modern, pemanfaatan teknologi, dan mengakomodasi perkembangan gaya hidup di masyarakat (konsumen).
Menurut data yang dikeluarkan oleh Media Data-APRINDO dalam rentang waktu 2004 s.d 2008 format minimarket memiliki rata-rata pertumbuhan turnover paling tinggi yaitu sebesar 38% per tahun, disusul kemudian oleh Hypermarket sebesar 21,5% dan supermarket yang hanya 6% per tahun. Sedangkan dalam nilai turnover yang dapat dihasilkan, format hypermarket merupakan yang terbesar, seperti yang dicapai pada tahun 2008 yaitu sebesar: 41%. Sementara itu minimarket dengan 32%, dan terakhir supermarket dengan 26%. Dominasi market share oleh Hypermarket ini dimulai dari tahun 2005, yang mana sebelumnya dikuasai oleh Supermarket.
Jumlah toko ritel modern per satu juta penduduk Indonesia saat ini sekitar 52, lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga lainnya seperti Malaysia 156 toko, Thailand 124 toko, Singapura 281 toko, dan China 74 toko. Jumlah toko ritel modern di Indonesia hanya menempati porsi yang sangat kecil (0,7%) dibandingkandengan jumlah toko tradisional per satu juta penduduk Indonesia yang mencapai 7.937 toko. Format minimarket mengalami pertumbuhan tertinggi, baik dilihat dari sisi jumlah gerai toko maupun pangsa perdagangan ritel penjualan produk fast moving consumer goods (FMCG). Jumlah minimarket di Indonesia padatahun 2008 mencapai 10.607 toko dengan pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 17,3%, tertinggi dibandingkanformat ritel modern lainnya, disusul hypermarket dengan pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 16,9%.

Daftar Pustaka
Pengaruh Perkembangan Ritel Modern terhadap Perekonomian Kota – Kota Kecil
Bisnis Retail di Indonesia

Bisnis Ritel Modern Indonesia

Potensi pengembangan retail makanan (grosery) di daerah-daerah

Asosiasi Perkirakan Target Omzet Ritel 2008 Tercapai

HERO Supermarket, PT Tbk Indonesia
http://alamatku.com/direktori/hero-supermarket-pt-tbk-indonesia