BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LatarBelakang
Bisnis ritel adalah
penjualan barang secara eceran pada berbagai tipe gerai seperti kios,pasar, department store, butik dan lain-lain
(termasuk juga penjualan dengan sistem deliveryservice), yang umumnya untuk dipergunakan
langsung oleh pembeli yang bersangkutan.
Bisnis ritel di Indonesia
dapat dibedakan menjadi 2 kelompok besar, yakni Ritel Tradisional dan Ritel
Modern. Ritel modern pada dasarnya merupakan pengembangan dariritel
tradisional. Format ritel ini muncul dan berkembang
seiring perkembangan perekonomian,teknologi, dan gaya hidup
masyarakat yang membuat masyarakat menuntut kenyamanan yanglebih dalam
berbelanja.
Ritel modern pertama kali
hadir di Indonesia saat Toserba Sarinah didirikan pada 1962.Pada era 1970 s/d
1980-an, format bisnis ini terus berkembang. Awal dekade 1990-an merupakan
tonggak sejarah masuknya ritel asing di Indonesia. Ini ditandai dengan beroperasinya ritel terbesar Jepang ‘Sogo’
di Indonesia. Ritel modern kemudian berkembang begitu pesat saat pemerintah,
berdasarkan Kepres no. 99 th 1998, mengeluarkan bisnis riteldari
negative
list bagi
Penanaman Modal Asing. Sebelum Kepres 99 th 1998 diterbitkan,
jumlahperitel asing di Indonesia sangat dibatasi.
Saat ini, jenis-jenis ritel
modern di Indonesia sangat banyak meliputi Pasar Modern,Pasar Swalayan, Department Store, Boutique, Factory Outlet, Specialty Store, Trade Centre,
dan Mall /
Supermall / Plaza. Format-format
ritel modern ini akan terus berkembang sesuai
perkembangan perekonomian, teknologi, dan gaya
hidup masyarakat.
Persaingan sengit dalam industri ritel telah meluas
hingga ke negara-negara berkembang, di mana deregulasi sektor usaha ritel yang
bertujuan untuk meningkatkan investasi asing langsung (IAL) telah berdampak
pada pengembangan jaringan supermarket (Reardon & Hopkins 2006). Persaingan
terjadi terutama antara usaha ritel tradisional dan ritel modern (supermarket
dan hipermarket). Mengukur dampak amat penting mengingat supermarket saat ini
secara langsung bersaing dengan pasar tradisional, tidak hanya melayani segmen
pasar tertentu. Studi ini menganalisis dampak supermarket pada pasar
tradisional dan pengusaha ritel di pusat-pusat perkotaan di Indonesia.
Dalam studi ini, responden hanya terbatas pada pedagang
di pasar-pasar tradisional yang
merupakan
mayoritas pedagang-pedagang tradisional di Indonesia yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi daerah/nasional. Terlebih lagi, karena produk yang umumnya
diperdagangkan para pedagang ini juga tersedia di supermarket dan hipermarket,
maka pasar modern menjadi pesaing utama mereka. Karena itu, studi ini menyoroti
dampak supermarket dan hipermarket pada pedagang di pasar tradisional di
Indonesia.
1.2
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Menjelaskan tentang pengaruh bisnis retail terhadap
pertumbuhan ekonomi daerah/nasional
2. Menjelaskan bisnis retail yang signifikan dengan
pertumbuhan pasar rumah tangga, pasar komoditi, & sektor swasta
1.3
Perumusan Masalah
1
Cari pengaruh bisnis retail terhadap
pertumbuhan ekonomi daerah/nasional
2
Cari bisnis retail yang signifikan dengan
pertumbuhan pasar rumah tangga, pasar komoditi, & sektor swasta
BAB II
Pembahasan
2.1
Pengertian Bisnis Retail
jumlah
satuan. Harga Ritel adalah harga yang berlaku untuk siapapun yang datang
membeli
dalam
jumlah berapapun.
Menurut kamus, pengertian ritel adalah
penjualan barang atau jasa kepada
masyarakat.
Sehingga dari pengertian ini terlihat bahwa ritel bukan sekedar kegiatan
menjual
barang nyata kepada konsumen. Namun aktivitas memeberikan pelayanan jasa,
bisa
juga disebut sebagai bagian dari kegiatan ritel.
Dari pengertian ritel tersebut, bisa ditarik
kesimpulan bahwa ritel bukan sekedar
aktivitas
menjual barang saja. Namun lebih luas lagi bahwa ritel adalah sebuah rangkaian
kegiatan
dalam proses transfer barang dan jasa, dari pihak penjual kepada konsumen.
2.2 Perkembangan salah satu bisnis
retail di Indonesia
HERO
didirikan oleh almarhum Saleh Kurnia. Perseroan didirikan di Jakarta pada
tanggal 5 Oktober 1971. Pada awal perkembangan Hero, di Jakarta pada saat itu,
dikenal beberapa supermarket lokal seperti Gelael, Kem Chick dan Grasera.
Strategi awal Hero untuk merebut pasar adalah agresifitas dalam penyebaran
flyer promosi (dengan iming-iming harga), penekanan pada kualitas dan
kenyamanan berbelanja. Sampai tahun 2001 ini dapat dikatakan bahwa HERO adalah
jaringan supermarket lokal terbesar di Indonesia.
Hero
melakukan IPO (Initial Public Offering) pada tanggal 21 Agustus 1989. Komposisi
pemegang saham per tanggal 25 Juli 2001 adalah sebagai berikut : PT Hero Pusaka
Sejati 50.10%, PT Matahari Putra Prima Tbk 10.42%, SSV Netherland BV 10.20%,
Mulgrave Corp. BV 7.63%, dan masyarakat 21.65%. Kepemilikan saham langsung HERO
oleh Dairy Farm diperkirakan sebesar 7.63%, yaitu melalui Mulgrave Corp. BV.
Selain itu Dairy Farm melalui Mulgrave Corp. BV juga memiliki obligasi konversi
sebesar 24.55%. Dengan demikian total kepemilikan Dairy Farm atas saham HERO adalah
32.18%.
HERO
SUPERMARKET Tbk sampai bulan Agustus 2001, memiliki 71 gerai Hero
PasarSwalayan, 26 gerai Star Mart, 40 gerai Guardian dan 8 gerai Mitra Toko
Diskon. Kegiatan usaha anak perusahaan Hero meliputi usaha dagang eceran
makanan dan produk terkait melalui PT Trimanunggal Hero Lestari, yang memiliki
satu gerai di Cirebon; Dan PT Mitra Hero Pioneerindo (bermitra dengan PT Putra
Sejahtera Pioneerindo) yang membawahi gerai fast food California Fried Chicken.
Dalam sejarahnya HERO juga memiliki keterkaitan dengan rantai toko TOYS CITY
dan PT SUBA INDAH, yaitu pabrik pengolahan dan pengalengan makanan. Untuk
mendukung kelengkapan produk dan kemampuan perusahaan menggenjot potensi laba,
HERO juga memiliki pusat pengolahan roti (Bakery Processing) dan pengembangan
konsep Instore Bakery serta Restoran Siap Saji di dalam gerai-gerainya. Sebuah
pusat distribusi didirikan di kawasan industri Cibitung. Untuk mendukung
aktivitas distribusi dan logistik, HERO menggandeng perusahaan logistik DAVID
HOLDINGS.
Sampai
saat ini HERO merupakan satu-satunya retailer lokal yang memiliki strategi
pengembangan private label (merek milik sendiri) yang cukup intensif. Dengan
strategi ini HERO diharapkan mampu meningkatkan kemampuan labanya. Berbagai
private label yang dikembangkan misalnya Hero Save, Nature Choice, dan
Relliance. Dalam jangka panjang, pengembangan private label dari HERO, didukung
oleh jaringan distribusinya yang sangat luas, merupakan satu ancaman bagi
format Hypermarket. Keberhasilan ALDI (hard discounter dari Jerman) menyaingi
Hypermarket, didukung oleh 90% assortmentnya yang terdiri atas private label.
Dengan dominasi private label yang fast moving, ALDI mampu menjual produk
dengan harga 30% lebih murah dibandingkan harga produk bermerek dengan jenis
dan kualitas yang sama.
Bisnis
eceran HERO menyumbang 90% dari omset HERO. Pada periode 1997-1998, akibat
krisis ekonomi di Indonesia dan kerusuhan 14 Mei 1998, 26 gerai dirusak dan
dijarah massa (6 gerai diantaranya habis terbakar), selain itu beberapa gerai
terpaksa ditutup karena tidak menguntungkan. Perusahaan yang kini memiliki 8000
karyawan ini terpaksa mem-PHK-kan dini ratusan karyawannya. Tahun 1997 dilalui
HERO dengan menelan kerugian sebsar Rp. 45.8 milyar, dan Rp. 69 milyar pada
tahun 1998. Tahun berikutnya HERO membalik keadaan dengan memperoleh keuntungan
sebesar Rp. 90.9 milyar. Pada tahun 2001 ini kinerja Hero dalam menghasilkan
laba kelihatanya agak menurun. Misalnya sampai bulan Juni 2001, HERO baru
membukukan laba sebesar Rp. 17,3 milyar, menurun 58,2% dibandingkan laba per
bulan yang sama di tahun 2000, yaitu sebesar Rp. 41,4 milyar. Di tahun 2000
penjualan HERO tumbuh sebesar 13.4 %, yaitu dari 1.49 trilliun pada tahun 1999
menjadi 1.69 trilliun pada tahun 2000. Pertumbuhan penjualan ini merupakan
pertumbuhan penjualan terendah dibandingkan Makro (30.1%), Matahari (40.1%),
Ramayana (42.9%), dan Alfa (45.4%).
Penurunan
tingkat laba HERO pada tahun 2000, mungkin disebabkan strategi HERO untuk
mengubah citra Hero sebagai supermarket yang mahal di mata konsumen. Setelah
merasakan imbas kehadiran Hypermarket Carrefour (dan Continent), HERO mulai
menggalakkan program promosi dengan fokus mengubah image Hero Supermarket yang
mahal menjadi tempat belanja yang paling murah. Saat ini setiap Hari Jum’at,
HERO melaunching program Weekly Promotion, dengan diback-up media promosi satu
halaman penuh di Harian KOMPAS. Untuk menjaga agar harga yang ditetapkan lebih
murah dibandingkan pesaing, Manajemen HERO memutuskan dan me-recheck harga
pesaing pada hari Kamis, sesaat sebelum media promosi naik cetak. Menurut Ipung
Kurnia (CEO HERO), strategi HERO seperti ini mampu menaikkan omzet Hero
Supermarket sampai 30%. Undian berhadiah juga gencar diadakan dengan hadiah
utama mobil, misalnya pada periode sebelumnya Daihatsu Taruna dan sekarang
(bulan Oktober 2001) Peugeot 206. Fokus komunikasi dan positioning Supermarket
Hero kepada masyarakat sampai saat ini adalah kesegaran produk fresh. Sehingga
tag line “Think Fresh Shop Hero” selalu digunakan.
Sejak
tahun 2000 lalu, HERO mulai aktif kembali melakukan ekspansi usaha. Sebelumnya
strategi ekspansi Hero adalah 80% di JABOTABEK dan sisanya 20% di luar
JABOTABEK. Namun dengan semakin ketatnya persaingan dan berkurangnya pangsa
pasar Hero Supermarket di JABOTABEK, maka strategi ekspansi HERO saat ini
adalah 50% di JABOTABEK dan 50% di luar JABOTABEK. Peremajaan gerai dilakukan
setiap lima atau enam tahun. Peremajaan gerai besar-besaran di tahun 2001,
misalnya dilakukan di dua cash cow Store Hero di Kemang dan Pondok Indah Mall.
Selain itu perluasan format retail juga dilakukan dengan merintis jaringan toko
buku UTAMA dan merencanakan pembukaan hypermarket GIANT. Hypermarket GIANT
merupakan merek dari negeri jiran (Malaysia), yang masuk ke dalam portofolio
HERO melalui Dairy Farm. Di negeri asalnya, kekuatan GIANT terutama bertumpu
pada divisi Fresh Product, Grocery,Obat-obatan dan Basic Fashion. Kerjasama
manajemen berupa profit sharing juga dilakukan HERO bersama Golden Trully.
Kerjasama ini merupakan satu sinergi yang berdampak positif terhadap rencana
pembukaan GIANT. Sebagaimana diketahui Golden Truly memiliki kekuatan lebih
dalam bidang fashion dibandingkan HERO.
2.3
Bisnis
retail terhadap pertumbuhan ekonomi nasional
Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Pengusaha
Ritel Indonesia (Aprindo) memprediksi target pertumbuhan omzet bisnis ritel
dalam negeri tahun 2008 lalu sebesar 15 hingga 20 persen dapat dicapai.
Menurut Ketua Ketua Harian Aprindo Tutum
Rahanta, optimisme pencapaian target itu didasari indikasi masih adanya pembukaan
toko baru dan naiknya harga barang yang menunjukkan bahwa sektor riil tumbuh.
Dihubungi di Jakarta Kamis, Tutum mengatakan,
pendapatan selama bulan puasa dan menjelang Idul Fitri (Lebaran) kemarin memang
tidak sebaik tahun-tahun sebelumnya, namun ini lebih karena berubahnya pola
belanja masyarakat.
"Lebaran kali ini tidak sebaik Lebaran
lalu, tetapi bukan patokan juga, tren konsumsinya sudah mulai berubah. Orang
tidak lagi banyak berbelanja pada Lebaran saja, tapi jauh sebelum Lebaran. Pola
belanjanya merata pada setiap bulan," kata dia.
Terkait krisis keuangan dunia baru-baru ini,
Aprindo meminta pemerintah mengantisipasi agar sektor riil tidak terpengaruh
sehingga tidak terjadi peningkatan jumlah pengangguran dan melemahnya daya beli
masyarakat.
Tutum yang mengatakan bisnis riil belum
terpengaruh krisis itu mengatakan, Aprindo telah menargetkan pencapaian omzet
Rp58,5 triliun, naik 17 persen dari tahun sebelumnya yang Rp50 triliun.
2.4
Pengaruh
perkembangan ritel Modern terhadap Perekonomian Kota – Kota Kecil
Terdapat pergeseran dalam pelayanan ritel di
kota-kota di Indonesia selama ini, namun jarang sekali mendapatkan perhatian.
Pertama, adalah pengembangan ritel di pusat kota, baik di kota besar maupun
metropolitan. Kecenderungan ini masih berlangsung dalam kecepatan yang semakin
berkurang. Kedua, adalah pelayanan ritel yang menuju pinggiran kota seiring
dengan suburbanisasi dan pengembangan terpencar perkotaan (urban sprawl
development). Ketiga adalah karena pengembangan ritel yang dilakukan oleh
para developer dan penyewa utama (anchors tenant) di kawasan pusat kota
untuk melayani pasar perkotaan (Simmons dan Brennan, 1995). Pergeseran keempat
yang diamati adalah tumbuhnya ritel di kota-kota kecil berupa minimarket (convenience
store) atau ritel modern yang melayani pasar yang lebih kecil. Dalam
konteks pergeseran keempat ini, pengembangan ritel modern telah menyentuh
kota-kota berskala kecil, dengan penduduk kurang dari 100.000 jiwa.
Dengan pertimbangan di atas, riset ini
melihat pentingnya pengukuran terhadap pengaruh ekonomi akibat perkembangan
usaha ritel modern di kota-kota kecil. Pengaruh ekonomi dikaji dalam kaitannya
dengan sistem penawaran (supply system) dan karakteristik permintaan
masyarakat di kota-kota kecil. Pentingnya kebijakan dalam berbagai tingkatan
pemerintahan sangat mutlak diperlukan melindungi bisnis ritel tradisional yang
mempekerjakan penduduk lokal dan menjual barang-barang (final goods)
yang berasal dari produk lokal. Persaingan ekonomi terjadi antara ritel modern
dan ritel tradisional (yang seringkali direpresentasikan oleh pasar
tradisional) (Kuncoro, 2008; Tambunan, 2008). Penetrasi pasar oleh ritel modern
di kota-kota kecil, seperti convenience store (minimarket),
menyebabkan catchment area yang semakin berkurang oleh ritel
tradisional tersebut. Hal ini dapat dikaji melalui turn over yang
dialami oleh ritel tradisional lokal. AC Nielsen (2005) memperlihatkan adanya shareritel
tradisional yang semakin berkurang. Pada tingkat pemerintah kota umumnya
diajukan intervensi berupa pengaturan lokasi untuk mengatasi masalah terkait
penggunaan lahan yang tidak sesuai dan kegiatan ritel yang saling berkompetisi.
Namun, pengembangan kebijakan yang mengkaitkan antara pengaruh perkembangan
ritel modern terhadap ritel tradisional di kota-kota kecil belum memiliki
landasan studi yang memadai. Riset ini memberikan landasan bagi pengembangan
kebijakan perekonomian kota yang lebih adil (just).
Tujuan dari riset ini adalah melakukan
penilaian terhadap pengaruh ekonomi dari perkembangan ritel modern di kota-kota
kecil. Aspek pertama yang ingin dikaji adalah faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangannya, disamping berbagai komponen-komponen yang memberi dampak
terhadap perekonomian kota kecil.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan struktural
dalam studi ritel (Jones dan Simmons, 1990), yaitu untuk melihat konteks sistem
permukiman dan struktur ritel yang mempengaruhi perkembangan ritel di kota-kota
kecil, serta dampak-dampak akibat perkembangan ritel modern. Dari segi
pendekatan studi, digunakan pendekatan kuantitatif. Dalam pengertian ini,
dilaksanakan pengumpulan data melalui survei terhadap pengusaha ritel, baik
tradisional maupun modern, serta rumah tangga di kota kecil.
2.5
Bisnis retail Indonesia
Bisnis Ritel secara umum adalah kegiatan usaha menjual
aneka barang atau jasa untuk konsumsi langsung atau tidak langsung. Dalam
matarantai perdagangan bisnis ritel merupakan bagian terakhir dari proses
distribusi suatu barang atau jasa dan bersentuhan langsung dengan konsumen.
Secara umum peritel tidak membuat barang dan tidak menjual
ke pengecer lain.
Akan tetapi dalam praktik bisnis ritel modern saat ini tidak tertutup kemungkinan, banyak pengecer kecil membeli barang di gerai peritel besar, mengingat perbedaan harga yang muncul pada waktu-waktu promosi tertentu yang dilakukan oleh peritel besar.
Akan tetapi dalam praktik bisnis ritel modern saat ini tidak tertutup kemungkinan, banyak pengecer kecil membeli barang di gerai peritel besar, mengingat perbedaan harga yang muncul pada waktu-waktu promosi tertentu yang dilakukan oleh peritel besar.
Bisnis Ritel di Indonesia secara umum dapat
diklasifikasikan menjadi dua yaitu, ritel modern dan ritel tradisional. Ritel
modern sebenarnya merupakan pengembangan dari ritel tradisional, yang pada
praktiknya mengaplikasikan konsep yang modern, pemanfaatan teknologi, dan
mengakomodasi perkembangan gaya hidup di masyarakat (konsumen).
Jika kita menilik sejarah ritel modern di indonesia
sebenarnya sudah di mulai dari tahun 1960-an. Pada saat itu sudah muncul
department Store yang pertama yaitu SARINAH. Dalam kurun waktu lebih dari 15
tahun kemudian, bisnis ritel di Indonesia bisa dikatakan berkembang dalam level
yang sangat rendah sekali. Hal ini bisa dikaitkan dengan kebijakan ekonomi
Soeharto di awal masa pemerintahan orde baru, yang lebih banyak membangun
investasi di bidang eksploitasi hasil alam (tambang & kayu), dibandingkan
sektor usaha ritel barang dan jasa di masyarakat.
Awal tahun 1990-an merupakan titik awal perkembangan bisnis
ritel di indonesia. Ditandai dengan mulai beroperasinya salah satu perusahaan
ritel besar dari Jepang yaitu "SOGO". Selanjutnya dengan
dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 99/1998, yang menghapuskan larangan
investor dari luar untuk masuk ke dalam bisnis ritel di indonesia,
perkembangannya menjadi semakin pesat.
Modern market digambarkan secara sederhana sebagai suatu
tempat menjual barang-barang makanan atau non makanan, barang jadi atau bahan
olahan, kebutuhan harian atau lainnya yang menggunakan format self service dan
menjalankan sistem swalayan yaitu konsumen membayar di kasir yang telah
disediakan. Sehingga saat ini banyak orang cukup familiar dengan istilah
"Pasar Swalayan". Saat ini, muncul begitu banyak format modern
ritel/market. Berdasarkan definisi yang tertuang dalam Keputusan Presiden RI
No. 112/Th. 2007, dikatakan bahwa Format Pasar Swalayan dikategorikan sbb:
1. Minimarket :
- Produk dijual : kebutuhan rumahtangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian.
- Jumlah produk : < 5000 item
- Luas gerai : maks. 400m2
- Area Parkir : terbatas
- Potensi penjualan : maks. 200 juta
2. Supermarket:
- Produk dijual : kebutuhan rumahtangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian.
- Jumlah produk : 5000-25000 item
- Luas gerai : 400-5000m2
- Area Parkir : sedang (memadai)
- Potensi penjualan : 200 juta- 10 milliar
3. Hypermarket:
- Produk dijual : kebutuhan rumahtangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian, textile, fashion, furniture, dll.
- Jumlah produk : >25000 item
- Luas gerai : > 5000 m2
- Area Parkir : sangat besar
- Potensi penjualan : > 10 milliar
1. Minimarket :
- Produk dijual : kebutuhan rumahtangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian.
- Jumlah produk : < 5000 item
- Luas gerai : maks. 400m2
- Area Parkir : terbatas
- Potensi penjualan : maks. 200 juta
2. Supermarket:
- Produk dijual : kebutuhan rumahtangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian.
- Jumlah produk : 5000-25000 item
- Luas gerai : 400-5000m2
- Area Parkir : sedang (memadai)
- Potensi penjualan : 200 juta- 10 milliar
3. Hypermarket:
- Produk dijual : kebutuhan rumahtangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian, textile, fashion, furniture, dll.
- Jumlah produk : >25000 item
- Luas gerai : > 5000 m2
- Area Parkir : sangat besar
- Potensi penjualan : > 10 milliar
Dalam 6 tahun terakhir, perkembangan ketiga format modern
market di atas sangatlah tinggi. konsepnya yang modern, adanya sentuhan
teknologi dan mampu memenuhi perkembangan gaya hidup konsumen telah memberikan
nilai lebih dibandingkan dengan market tradisional. Selain itu atmosfer
belanja yang lebih bersih dan nyaman, semakin menarik konsumen dan dapat
menciptakan budaya baru dalam berbelanja.
Menurut data yang dikeluarkan oleh Media Data-APRINDO dalam
rentang waktu 2004 s.d 2008 format minimarket memiliki rata-rata pertumbuhan
turnover paling tinggi yaitu sebesar 38% per tahun, disusul kemudian oleh
Hypermarket sebesar 21,5% dan supermarket yang hanya 6% per tahun. Tingginya
pertumbuhan di format minimarket, ditandai dengan semakin ketatnya persaingan
dalam ekspansi atau penambahan jumlah gerai dari dua pemain besar di dalamnya
yaitu Indomart dan Alfamart.
Sedangkan dalam nilai turnover yang dapat dihasilkan,
format hypermarket merupakan yang terbesar, seperti yang dicapai pada tahun
2008 yaitu sebesar: 41%. Sementara itu minimarket dengan 32%, dan terakhir
supermarket dengan 26%. Dominasi market share oleh Hypermarket ini dimulai dari
tahun 2005, yang mana sebelumnya dikuasai oleh Supermarket. Penurunan di
Supermarket dinilai sebagai akibat dari semakin banyaknya penambahan gerai
minimarket yang dapat memotong akses konsumen ke supermarket. Ditambah pula
oleh semakin agresifnya Hypermarket dalam berbagai promosi yang kuat dan
menarik. Serta kelengkapan produknya telah memberikan tempat tersendiri dimata
konsumen.
2.6
Potensi
Pengembangan Ritel Makanan (Grosery) di daerah-daerah
Permintaan produk kebutuhan sehari-hari (consumer
goods) masih merupakan permintaan utama. Produk bahan makanan (groceries)
mendominasi sekitar 67% komposisi penjualan barang perdagangan
ritel. Sementara untukproduk non-pangan, penjualan
pakaian dan sepatu memberikan kontribusi sebesar
30% barang perdagangan ritel,diikuti penjualan
barang-barang elektronik sebesar 12%, dan penjualan
produk kesehatan dan kecantikan sebesar 11%.
Potensi pengembangan pasar ritel modern di Indonesia masih
relatif besar terhadap jumlah populasi penduduk.
Jumlah toko ritel modern per satu juta penduduk
Indonesia saat ini sekitar 52, lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga lainnya seperti
Malaysia 156 toko, Thailand 124 toko, Singapura 281
toko, dan
China 74 toko. Jumlah toko ritel modern di
Indonesia hanya menempati porsi
yang sangat kecil (0,7%) dibandingkandengan jumlah
toko tradisional per satu juta penduduk Indonesia yang mencapai
7.937 toko.
Format minimarket mengalami pertumbuhan tertinggi,
baik dilihat dari sisi jumlah gerai toko maupun pangsa
perdagangan ritel penjualan produk fast moving
consumer goods (FMCG). Jumlah minimarket di
Indonesia padatahun 2008 mencapai 10.607 toko
dengan pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar
17,3%, tertinggi dibandingkanformat ritel modern lainnya,
disusul hypermarket dengan pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 16,9%.Sementara itu, pangsa
perdagangan ritel minimarket untuk penjualan produk
FMCG meningkat cukup signifikandibandingkan format
lainnya, yaitu dari sebesar 5% di tahun 2003 menjadi
16% di tahun 2008.
PT Matahari Putra Prima Tbk (MPP) telah mengambil
langkah inisiatif strategis untuk mengkaji dan menganalisakegiatan bisnisnya secara
keseluruhan, terkait dengan rencana perusahaan mengembangkan
kompetensi intidalam bisnis hypermarket-nya.
Sebagai pelopor compact hypermarket di Indonesia dengan
model bisnis yang telahteruji, akan terus berfokus kepada bisnis
ritel makanan, melalui fase ekspansi Hypermart ke
semua daerah diIndonesia. Selain itu,
streamline semua bisnis non-inti lainnya/bisnis non-hypermarket, guna
memastikan bahwasemua sumber daya MPP dioptimalkan
100%, untuk mendorong pertumbuhan bisnis Hypermart. Indonesia merupakan
negara berpotensi besar dan memiliki pertumbuhan pasar yang paling
menarik secara global diantaranegara berkembang lainnya. Negara dengan jumlah
penduduk terbesar keempat di dunia dengan segmen kelasmenengah yang meningkat,
ekonomi yang ditopang oleh basis konsumen yang kuat, daya beli yang terus
meningkat dan menghasilkan pertumbuhan ekonomi tahunan yang kokoh. Sampai saat
ini, ekonomi berbasis konsumen yang kuat ini
telah mendorong pertumbuhan PDB negara dan diprediksikan akan
terus tumbuh rata-rata 5,6% per tahunsampai dengan tahun 2014, sedangkan PDB perkapita diperkirakan akan tumbuh sebesar 11,3%
sampai dengan tahun 2014 dan akan melampaui batas US$ 3.000 di tahun 2012.
Pertumbuhan daerah-daerah
di Indonesia juga berlangsung pesat akhir-akhir ini, baik dari sektor ekonomi,
pariwisata maupun pendidikan. Dimana setiap daerah berkembang dengan potensinya
masing-masing. Pertumbuhan pariwisata dan meningkatnya populasi ekspartriat,
menyebabkan peningkatan jumlah impor. Riteler besar seperti Carrefour
Indonesia, Matahari Putra Prima Tbk, dan Hero Supermarket berhasil meningkatkan
penjualan merek, melalui penjualan produk-produk private label, penawaran
promosi yang menarik, dan ekspansi ke daerah-daerah dan pasar yang belum jenuh.
BAB III
KESIMPULAN
Terdapat pergeseran dalam
pelayanan ritel di kota-kota di Indonesia selama ini, namun jarang sekali
mendapatkan perhatian. Bisnis Ritel di Indonesia
secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu, ritel modern dan ritel
tradisional. Ritel modern sebenarnya merupakan pengembangan dari ritel
tradisional, yang pada praktiknya mengaplikasikan konsep yang modern,
pemanfaatan teknologi, dan mengakomodasi perkembangan gaya hidup di masyarakat
(konsumen).
Menurut data yang dikeluarkan oleh Media Data-APRINDO dalam
rentang waktu 2004 s.d 2008 format minimarket memiliki rata-rata pertumbuhan
turnover paling tinggi yaitu sebesar 38% per tahun, disusul kemudian oleh
Hypermarket sebesar 21,5% dan supermarket yang hanya 6% per tahun. Sedangkan
dalam nilai turnover yang dapat dihasilkan, format hypermarket merupakan yang
terbesar, seperti yang dicapai pada tahun 2008 yaitu sebesar: 41%. Sementara
itu minimarket dengan 32%, dan terakhir supermarket dengan 26%. Dominasi market
share oleh Hypermarket ini dimulai dari tahun 2005, yang mana sebelumnya
dikuasai oleh Supermarket.
Jumlah toko ritel modern per satu juta penduduk
Indonesia saat ini sekitar 52, lebih rendah dibandingkan
dengan negara-negara tetangga lainnya seperti
Malaysia 156 toko, Thailand 124 toko, Singapura 281
toko, dan
China 74 toko. Jumlah toko ritel modern di
Indonesia hanya menempati porsi
yang sangat kecil (0,7%) dibandingkandengan jumlah
toko tradisional per satu juta penduduk Indonesia yang mencapai
7.937 toko. Format minimarket mengalami pertumbuhan tertinggi,
baik dilihat dari sisi jumlah gerai toko maupun pangsa
perdagangan ritel penjualan produk fast moving
consumer goods (FMCG). Jumlah minimarket di
Indonesia padatahun 2008 mencapai 10.607 toko
dengan pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar
17,3%, tertinggi dibandingkanformat ritel modern lainnya,
disusul hypermarket dengan pertumbuhan
rata-rata per tahun sebesar 16,9%.
Daftar Pustaka
Pengaruh Perkembangan Ritel Modern
terhadap Perekonomian Kota – Kota Kecil
Bisnis Retail di
Indonesia
Bisnis
Ritel Modern Indonesia
Potensi pengembangan retail makanan (grosery) di
daerah-daerah
Asosiasi Perkirakan Target Omzet Ritel 2008 Tercapai
HERO Supermarket, PT Tbk Indonesia
http://alamatku.com/direktori/hero-supermarket-pt-tbk-indonesia